Jumat, 09 Maret 2012

Masalah dan Penyakit yang sering dialami oleh lansia

a. Karakteristik Penyakit pada Lansia

•Saling berhubungan satu sama lain
•Penyakit sering multiple
•Penyakit bersifat degeneratif
•Berkembang secara perlahan
•Gejala sering tidak jelas
•Sering bersama-sama problem psikologis dan sosial
•Lansia sangat peka terhadap penyakit infeksi akut
•Sering terjadi penyakit iatrogenik (penyakit yang disebabkan oleh konsumsi obat yang tidak sesuai dengan dosis)
Hasil penelitian Profil Penyakit Lansia di 4 kota (Padang, Bandung, Denpasar, Makasar),
sebagai berikut:
•Fungsi tubuh dirasakan menurun:
Penglihatan (76,24 %),
Daya ingat (69,39 %),
Sexual (58,04 %),
Kelenturan (53,23 %),
Gilut (51,12 %).
•Masalah kesehatan yang sering muncul
Sakit tulang (69,39 %),
Sakit kepala (51,15 %),
Daya ingat menurun (38,51 %),
Selera makan menurun (30,08 %),
Mual/perut perih (26,66 %),
Sulit tidur (24,88 %) dan
sesak nafas (21,28 %).
 

Permasalahan umum
a) Makin besar jumlah lansia yang berada dibawah garis kemiskinan
b) Makin melemahnya nilai kekerabatan sehinggan anggota keluaraga yang lanjut usia kurang diperhatikan, dihargai dan dihormati.
c) Lahirnya kelompok masyarakat industri
d) Masih rendahnya kuantitas dan kualitas tenaga profesional pelayanan lanjut usia
e) Belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan kesejahteraan lansia


b. Kemunduran dan Kelemahan Lansia

Penampilan penyakit pada lanjut usia (lansia) sering berbeda dengan pada dewasa muda, karena  penyakit pada lansia merupakan gabungan dari kelainan-kelainan yang timbul akibat penyakit dan proses menua, yaitu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri serta mempertahankan struktur dan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat berthan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita.

Demikian juga, masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia berbeda dari orang dewasa, yang menurut Kane dan Ouslander sering disebut dengan istilah 14 I, yaitu immobility (kurang bergerak), instability (berdiri dan berjalan tidak stabil atau mudah jatuh), incontinence (beser buang air kecil dan atau buang air besar), intellectual impairment (gangguan intelektual/dementia), infection (infeksi), impairment of vision and hearing, taste, smell, communication, convalescence, skin integrity (gangguan pancaindera, komunikasi, penyembuhan, dan kulit), impaction (sulit buang air besar), isolation (depresi), inanition (kurang gizi), impecunity (tidak punya uang), iatrogenesis (menderita penyakit akibat obat-obatan), insomnia (gangguan tidur), immune deficiency (daya tahan tubuh yang menurun), impotence (impotensi).

Masalah kesehatan utama tersebut di atas yang sering terjadi pada lansia perlu dikenal dan dimengerti oleh siapa saja yang banyak berhubungan dengan perawatan lansia agar dapat memberikan perawatan untuk mencapai derajat kesehatan yang  seoptimal mungkin.

* Kurang bergerak:
gangguan fisik, jiwa, dan faktor lingkungan dapat menyebabkan lansia kurang bergerak. Penyebab yang paling sering adalah gangguan tulang, sendi dan otot, gangguan saraf, dan penyakit jantung dan pembuluh darah.

* Instabilitas:
penyebab terjatuh pada lansia dapat berupa faktor intrinsik (hal-hal yang berkaitan dengan keadaan tubuh penderita) baik karena proses menua, penyakit maupun faktor ekstrinsik (hal-hal yang berasal dari luar tubuh) seperti obat-obat tertentu dan faktor lingkungan.

Akibat yang paling sering dari terjatuh pada lansia adalah kerusakan bahagian tertentu dari tubuh yang mengakibatkan rasa sakit, patah tulang, cedera pada kepala, luka bakar karena air panas akibat terjatuh ke dalam tempat mandi.
Selain daripada itu, terjatuh menyebabkan lansia tersebut sangat membatasi pergerakannya.

Walaupun sebahagian lansia yang terjatuh tidak sampai menyebabkan kematian atau gangguan fisik yang berat, tetapi kejadian ini haruslah dianggap bukan merupakan peristiwa yang ringan. Terjatuh pada lansia dapat menyebabkan gangguan psikologik berupa hilangnya harga diri dan perasaan takut akan terjatuh lagi, sehingga untuk selanjutnya lansia tersebut menjadi takut berjalan untuk melindungi dirinya dari bahaya terjatuh.

* Beser: beser buang air kecil (bak) merupakan salah satu masalah yang sering didapati pada lansia, yaitu keluarnya air seni tanpa disadari, dalam jumlah dan kekerapan yang cukup mengakibatkan masalah kesehatan atau sosial. Beser bak merupakan masalah yang seringkali dianggap wajar dan normal pada lansia, walaupun sebenarnya hal ini tidak dikehendaki terjadi baik oleh lansia tersebut maupun keluarganya.

Akibatnya timbul berbagai masalah, baik masalah kesehatan maupun sosial, yang kesemuanya akan memperburuk kualitas hidup dari lansia tersebut. Lansia dengan beser bak sering mengurangi minum dengan harapan untuk mengurangi keluhan tersebut, sehingga dapat menyebabkan lansia kekurangan cairan dan juga berkurangnya kemampuan kandung kemih. Beser bak sering pula disertai dengan beser buang air besar (bab), yang justru akan memperberat keluhan beser bak tadi.

* Gangguan intelektual: merupakan kumpulan gejala klinik yang meliputi gangguan fungsi intelektual dan ingatan yang cukup berat sehingga menyebabkan terganggunya aktivitas kehidupan sehari-hari.

Kejadian ini meningkat dengan cepat mulai usia 60 sampai 85 tahun atau lebih, yaitu kurang dari 5 % lansia yang berusia 60-74 tahun mengalami dementia (kepikunan berat) sedangkan pada usia setelah 85 tahun kejadian ini meningkat mendekati 50 %. Salah satu hal yang dapat menyebabkan gangguan interlektual adalah depresi sehingga perlu dibedakan dengan gangguan intelektual lainnya.

* Infeksi:  merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting pada lansia, karena selain sering didapati, juga gejala tidak khas bahkan asimtomatik yang menyebabkan keterlambatan di dalam diagnosis dan pengobatan serta risiko menjadi fatal meningkat pula.

Beberapa faktor risiko yang menyebabkan lansia mudah mendapat penyakit infeksi karena kekurangan gizi, kekebalan tubuh:yang menurun, berkurangnya fungsi berbagai organ tubuh, terdapatnya beberapa penyakit sekaligus (komorbiditas) yang menyebabkan daya tahan tubuh yang sangat berkurang. Selain daripada itu, faktor lingkungan, jumlah dan keganasan kuman akan mempermudah tubuh mengalami infeksi.

*Gangguan pancaindera, komunikasi, penyembuhan, dan kulit: akibat prosesd menua semua pancaindera berkurang fungsinya, demikian juga gangguan pada otak, saraf dan otot-otot yang digunakan untuk berbicara dapat menyebabkn terganggunya komunikasi, sedangkan kulit menjadi lebih kering, rapuh dan mudah rusak dengan trauma yang minimal.

*Sulit buang air besar (konstipasi): beberapa faktor yang mempermudah terjadinya konstipasi, seperti kurangnya gerakan fisik, makanan yang kurang sekali mengandung serat, kurang minum, akibat pemberian obat-obat tertentu dan lain-lain.

Akibatnya, pengosongan isi usus menjadi sulit terjadi atau isi usus menjadi tertahan. Pada konstipasi, kotoran di dalam usus menjadi keras dan kering, dan pada keadaan yang berat dapat terjadi akibat yang lebih berat berupa penyumbatan pada usus disertai rasa sakit pada daerah perut.

*Depresi: perubahan status sosial, bertambahnya penyakit dan berkurangnya kemandirian sosial serta perubahan-perubahan akibat proses menua menjadi salah satu pemicu munculnya depresi pada lansia.

Namun demikian, sering sekali gejala depresi menyertai penderita dengan penyakit-penyakit gangguan fisik, yang tidak dapat diketahui ataupun terpikirkan sebelumnya, karena gejala-gejala depresi yang muncul seringkali dianggap sebagai suatu bagian dari proses menua yang normal ataupun tidak khas.

Gejala-gejala depresi dapat berupa perasaan sedih, tidak bahagia, sering menangis, merasa kesepian, tidur terganggu, pikiran dan gerakan tubuh lamban, cepat lelah dan menurunnya aktivitas, tidak ada selera makan, berat badan berkurang, daya ingat berkurang, sulit untuk memusatkan pikiran dan perhatian, kurangnya minat, hilangnya kesenangan yang biasanya dinikmati, menyusahkan orang lain, merasa rendah diri, harga diri dan kepercayaan diri berkurang, merasa bersalah dan tidak berguna, tidak ingin hidup lagi bahkan mau bunuh diri, dan gejala-gejala fisik lainnya.

Akan tetapi pada lansia sering timbul depresi terselubung, yaitu yang menonjol hanya gangguan fisik saja seperti sakit kepala, jantung berdebar-debar, nyeri pinggang, gangguan pencernaan dan lain-lain, sedangkan gangguan jiwa tidak jelas.

*Kurang gizi: kekurangan gizi pada lansia dapat disebabkan perubahan lingkungan maupun kondisi kesehatan. Faktor lingkungan dapat berupa ketidaktahuan untuk memilih makanan yang bergizi, isolasi sosial (terasing dari masyarakat) terutama karena gangguan pancaindera, kemiskinan, hidup seorang diri yang terutama terjadi pada pria yang sangat tua dan baru kehilangan pasangan hidup, sedangkan faktor kondisi kesehatan berupa penyakit fisik, mental, gangguan tidur, alkoholisme, obat-obatan dan lain-lain.

*Tidak punya uang: dengan semakin bertambahnya usia maka kemampuan fisik dan mental akan berkurang secara perlahan-lahan, yang menyebabkan ketidakmampuan tubuh dalam mengerjakan atau menyelesaikan pekerjaannya sehingga tidak dapat memberikan penghasilan.
Untuk dapat menikmati masa tua yang bahagia kelak diperlukan paling sedikit tiga syarat, yaitu :memiliki uang yang diperlukan yang paling sedikit dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, memiliki tempat tinggal yang layak, mempunyai  peranan di dalam menjalani masa tuanya.

*Penyakit akibat obat-obatan: salah satu yang sering didapati pada lansia adalah menderita penyakit lebih dari satu jenis sehingga membutuhkan obat yang lebih banyak, apalagi sebahagian lansia sering menggunakan obat dalam jangka waktu yang lama tanpa pengawasan dokter dapat menyebabkan timbulnya penyakit akibat pemakaian obat-obat yaqng digunakan.  

*Gangguan tidur: dua proses normal yang paling penting di dalam kehidupan manusia adalah makan dan tidur. Walaupun keduanya sangat penting akan tetapi karena sangat rutin maka kita sering melupakan akan proses itu dan baru setelah adanya gangguan pada kedua proses tersebut maka kita ingat akan pentingnya kedua keadaan ini.

Jadi dalam keadaan normal (sehat) maka pada umumnya manusia dapat menikmati makan enak dan tidur nyenyak. Berbagai keluhan gangguan tidur yang sering dilaporkan oleh para lansia, yakni  sulit untuk masuk dalam proses tidur. tidurnya tidak dalam dan mudah terbangun, tidurnya banyak mimpi,  jika terbangun sukar tidur kembali, terbangun dinihari, lesu setelah bangun dipagi hari. 

*Daya tahan tubuh yang menurun:
daya tahan tubuh yang menurun pada lansia merupakan salah satu fungsi tubuh yang terganggu dengan bertambahnya umur seseorang  walaupun tidak selamanya hal ini disebabkan oleh proses menua, tetapi dapat pula  karena berbagai keadaan seperti penyakit yang sudah lama diderita (menahun) maupun penyakit yang baru saja diderita (akut) dapat menyebabkan penurunan daya tahan tubuh seseorang. Demikian juga penggunaan berbagai obat, keadaan gizi yang kurang, penurunan fungsi organ-organ tubuh dan lain-lain.

*Impotensi: merupakan ketidakmampuan untuk mencapai dan atau mempertahankan ereksi yang cukup untuk melakukan sanggama yang memuaskan yang terjadi paling sedikit 3 bulan.  
Menurut Massachusetts Male Aging Study (MMAS) bahwa penelitian yang dilakukan pada pria usia 40-70 tahun yang diwawancarai ternyata 52 % menderita disfungsi ereksi, yang terdiri dari disfungsi ereksi total 10 %, disfungsi ereksi sedang 25 % dan minimal 17 %.

Penyebab disfungsi ereksi pada lansia adalah hambatan aliran darah ke dalam alat kelamin sebagai adanya kekakuan pada dinding pembuluh darah (arteriosklerosis) baik karena proses menua maupun penyakit, dan juga berkurangnya sel-sel otot polos yang terdapat pada alat kelamin serta berkurangnya kepekaan dari alat kelamin pria terhadap rangsangan. 

c. Masalah dan Gangguan yang Sering Terjadi pada Lansia

A. Demensia

Demensia adalah suatu gangguan intelektual / daya ingat yang umumnya progresif dan ireversibel. Biasanya ini sering terjadi pada orang yang berusia > 65 tahun. Di Indonesia sering menganggap bahwa demensia ini merupakan gejala yang normal pada setiap orang tua. Namun kenyataan bahwa suatu anggapan atau persepsi yang salah bahwa setiap orang tua mengalami gangguan atau penurunan daya ingat adalah suatu proses yang normal saja. Anggapan ini harus dihilangkan dari pandangan masyarakat kita yang salah.

Faktor  resiko yang sering menyebabkan lanjut usia terkena demensia adalah : usia, riwayat keluarga, jenis kelamin perempuan. Demensia merupakan suatu penyakit degeneratif primer pada susunan sistem saraf pusat dan merupakan penyakit vaskuler.

Kriteria derajat demensia :
  • Ringan : walaupun terdapat gangguan berat daya kerja dan aktivitas sosial, kapasitas untuk hidup mandiri tetap dengan higiene personal cukup dan penilaian umum yang baik.
  • Sedang : hidup mandiri berbahaya diperlukan berbagai tingkat suportivitas.
  • Berat : aktivitas kehidupan sehari-hari terganggu sehingga tidak berkesinambungan, inkoherensi.

Terdapat 7 jenis demensia yang sering terjadi pada lansia, yaitu :
1. Demensia Tipe Alzheimer
2. Demensia Vaskuler
3. Demensia Pick
4. Demensia Penyakit Creutzfeldt – Jacob
5. Demensia karena Penyakit Huntington
6.  Demensia karena Hidrosefalus Tekanan Normal
7. Demensia karena Penyakit Parkinson

B. Depresi

Gangguan depresi merupakan hal yang terpenting dalam problem lansia. Usia bukan merupakan faktor untuk menjadi depresi tetapi suatu keadaan penyakit medis kronis dan masalah-masalah yang dihadapi lansia yang membuat mereka depresi. Gejala depresi pada lansia dengan orang dewasa muda berbeda dimana pada lansia terdapat keluhan somatik.

Gejala depresi pada lansia, yaitu :
Gejala utama :
- Afek depresi
- Kehilangan minat
- Berkurangnya energi (mudah lelah)

Gejala lain :
- Konsentrasi dan perhatian berkurang
- Kurang percaya diri
- Sering merasa bersalah
- Pesimis
- Ide bunuh diri
- Gangguan pada tidur
- Gangguan nafsu makan

Berdasarkan gejala di atas, depresi pada lansia dapat dibedakan beberapa bentuk berdasarkan berat ringannya :
  • Depresi ringan : 2 gejala utama + 2 gejala lain+ aktivitas tidak terganggu.
  • Depresi sedang : 2 gejala utama + 3 gejala lain+ aktivitas agak terganggu.
  • Depresi berat : 3 gejala utama + 4 gejala lain+ aktivitas sangat terganggu.

Penyebab terjadinya depresi merupakan gabungan antara faktor-faktor psikologik, sosial dan biologik.
  • Biologik  : sel saraf yang rusak, faktor genetik, penyakit kronis seperti hipertensi, DM, stroke, keterbatasan gerak, gangguan pendengaran / penglihatan.
  • Sosial      : kurang interaksi sosial, kemiskinan, kesedihan, kesepian, isolasi sosial.
  • Psikologis : kurang percaya diri, gaul, akrab, konflik yang tidak terselesai.

C. Skizofrenia

Skizofrenia biasanya dimulai pada masa remaja akhir / dewasa muda dan menetap seumur hidup. Wanita lebih sering menderita skizofrenia lambat dibanding pria. Perbedaan onset lambat dengan awal adalah adanya skizofrenia paranoid pada tipe onset lambat.

Sekurang-kurangnya satu gejala berikut :
1. Thought echo, insertion, broadcasting.
2. Delution of control, influence, passivity, perseption
3. Halusinasi auditorik
4. Waham yang menetap

Paling sedikit 2 gejala berikut :
1. Halusinasi panca indera yang menetap
2. Arus pikir yang terputus
3. Perilaku katatonik
4. Gejala negatif

Adanya gejala-gejala khas tersebut di atas berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih.
Terapi dapat diberikan obat anti psikotik seperti haloperidol, chlorpromazine, dengan pemberian dosis yang lebih kecil.

D. Gangguan Delusi

Onset usia pada gangguan delusi adalah 40 – 55 tahun, tetapi dapat terjadi kapan saja. Pada gangguan delusi terdapat waham yang tersering yaitu : waham kejar dan waham somatik.

Pencetus terjadinya gangguan delusi adalah :
- Kematian pasangan
- Isolasi sosial
- Finansial yang tidak baik
- Penyakit medis
- Kecacatan
- Gangguan pengelihatan / pendengaran

Pada gangguan delusi terdapat jenis lain yang onset lambat yang dikenal sebagai parafrenia yang timbul selama beberapa tahun dan tidak disertai demensia. Terapi yang dapat diberikan yaitu : psikoterapi yang dikombinasi dengan farmakoterapi.

E. Gangguan Kecemasan

Gangguan kecemasan adalah berupa gangguan panik, fobia, gangguan obsesif konfulsif, gangguan kecemasan umum, gangguan stres akut, gangguan stres pasca traumatik. Onset awal gangguan panik pada lansia adalah jarang, tetapi dapat terjadi. Tanda dan gejala fobia pada lansia kurang serius daripada dewasa muda, tetapi efeknya sama, jika tidak lebih, menimbulkan debilitasi pada pasien lanjut usia. Teori eksistensial menjelaskan kecemasan tidak terdapat stimulus yang dapat diidentifikasi secara spesifik bagi perasaan yang cemas secara kronis.

Kecemasan yang tersering pada lansia adalah tentang kematiannya. Orang mungkin menghadapi pikiran kematian dengan rasa putus asa dan kecemasan, bukan dengan ketenangan hati dan rasa integritas (“Erik Erikson”). Kerapuhan sistem saraf anotomik yang berperan dalam perkembangan kecemasan setelah suatu stressor yang berat.

Gangguan stres lebih sering pada lansia terutama jenis stres pasca traumatik karena pada lansia akan mudah terbentuk suatu cacat fisik. Terapi dapat disesuaikan secara individu tergantung beratnya dan dapat diberikan obat anti anxietas seperti : hydroxyzine, Buspirone.

F. Gangguan Somatiform

Gangguan somatiform ditandai oleh gejala yang sering ditemukan apada pasien > 60 tahun. Gangguan biasanya kronis dan prognosis adalah berhati-hati. Untuk mententramkan pasien perlu dilakukan pemeriksaan fisik ulang sehingga ia yakin bahwa mereka tidak memliki penyakit yang mematikan.Terapi pada gangguan ini adalah dengan pendekatan psikologis dan farmakologis.

G. Gangguan penggunaan Alkohol dan Zat lain

Riwayat minum / ketergantungan alkohol biasanya memberikan riwayat minum berlebihan yang dimulai pada masa remaja / dewasa. Mereka biasanya memiliki penyakit hati. Sejumlah besar lansia dengan riwayat penggunaan alkohol terdapat penyakit demensia yang kronis seperti ensefalopati wernicke dan sindroma korsakoff.

Presentasi klinis pada lansia termasuk terjatuh, konfusi, higienis pribadi yang buruk, malnutrisi dan efek pemaparan. Zat yang dijual bebas seperti kafein dan nikotin sering disalah gunakan. Di sini harus diperhatikan adanya gangguan gastrointestiral kronis pada lansia pengguna alkohol maupun tidak obat-obat sehingga tidak terjadi suatu penyakit medik.

H. Gangguan Tidur

Usia lanjut adalah faktor tunggal yang paling sering berhubungan dengan peningkatan prevalensi gangguan tidur. Fenomena yang sering dikeluhkan lansia daripada usia dewasa muda adalah :
  • Gangguan tidur,
  • Ngantuk siang hari,
  • Tidur sejenak di siang hari,
  • Pemakaian obat hipnotik.

Secara klinis, lansia memiliki gangguan pernafasan yang berhubungan dengan tidur dan gangguan pergerakan akibat medikasi yang lebih tinggi dibanding dewasa muda. Disamping perubahan sistem regulasi dan fisiologis, penyebab gangguan tidur primer pada lansia adalah insomnia. Selain itu gangguan mental lain, kondisi medis umum, faktor sosial dan lingkungan. Ganguan tersering pada lansia pria adalah gangguan rapid eye movement (REM). Hal yang menyebabkan gangguan tidur juga termasuk adanya gejala nyeri, nokturia, sesak napas, nyeri perut.

Keluhan utama pada lansia sebenarnya adalah lebih banyak terbangun pada dini hari dibandingkan dengan gangguan dalam tidur. Perburukan yang terjadi adalah perubahan waktu dan konsolidasi yang menyebabkan gangguan pada kualitas tidur pada lansia.

Terapi dapat diberikan obat hipnotik sedatif dengan dosis yang sesuai dengan kondisi masing-masing lansia dengan tidak lupa untuk memantau adanya gejala fungsi kognitif, perilaku, psikomotor, gangguan daya ingat, insomnia rebound dan gaya jalan.



Refrensi :


http://akperku.blogspot.com/2009/06/konsep-dasar-keperawatan-gerontik.html
http://www.smallcrab.com/lanjut-usia/654-beberapa-masalah-dan-gangguan-yang-sering-terjadi-pada-lansia 
http://www.waspada.co.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=3812

Konsep Dasar Keperawatan Gerontik

a. Pengertian Keperawatan Gerontik
      
    Keperawatan Gerontik adalah  suatu bentuk pelayanan profesional yang didasarkan pada ilmu dan  kiat/teknik keperawatan yang berbentuk bio-psiko-sosio-spritual dan kultural yang holistik, ditujukan pada   klien lanjut usia, baik sehat maupun sakit pada tingkat individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.

b. Lingkup Peran dan Tanggung Jawab
       
     Fenomena yang menjadi bdang garap keperawatan gerontik adalah tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia (KDM) lanjut usia sebagai akibat proses penuaan.
 
Lingkup askep gerontik meliputi:
1. Pencegahan terhadap ketidakmampuan akibat proses penuaan
2. Perawatan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan akibat proses penuaan
3. Pemulihan ditujukan untuk upaya mengatasi kebutuhan akibat proses penuaan
 
Dalam prakteknya keperawatan gerontik meliputi peran dan fungsinya sebagai berikut:
1. Sebagai Care Giver /pemberi asuhan langsung
2. Sebagai Pendidik klien lansia
3. Sebagai Motivator
4. Sebagai Advokasi
5. Sebagai Konselor

Tanggung jawab Perawat Gerontik
1. Membantu klien lansia memperoleh kesehatan secara optimal
2. Membantu klien lansia untuk memelihara kesehatannya
3. Membantu klien lansia menerima kondisinya
4. Membantu klien lansia menghadapi ajal dengan diperlakukan secara manusiawi sampai dengan meninggal.
 
Sifat Pelayanan Gerontik
1. Independent (layanan tidak tergantung pada profesi lain/mandiri)
2. Interdependent
3. Humanistik (secara manusiawi)
4. Holistik (secara keseluruhan)

c. Pembagian Lansia

DEPKES RI membagi Lansia sebagai berikut:
1. kelompok menjelang usia lanjut (45 – 54 th) sebagai masa VIRILITAS
2. kelompok usia lanjut (55 – 64 th) sebagai masa PRESENIUM
3. kelompok usia lanjut (65 th > ) sebagai masa SENIUM


Sedangkan WHO membagi lansia menjadi 3 kategori, yaitu:
1. Usia lanjut : 60 – 74 tahun
2. Usia Tua : 75 – 89 tahun
3. Usia sangat lanjut : > 90 tahun


Refrensi :

http://akperku.blogspot.com/2009/06/konsep-dasar-keperawatan-gerontik.html
http://askep-askeb.blogspot.com/2010/03/konsep-dasar-keperawatan-gerontik.html


Sabtu, 07 Januari 2012

APLIKASI I T DALAM DOKUMENTASI KEPERAWATAN

Computerized nursing documentation adalah suatu modul keperawatan yang dikombinasikan dengan system computer rumah sakit kestaf perawat. Dengan sistem yang terkomputerisasi ini perawat dapat melakukan akses ke laboratorium radiologi, fisioterapi, dandisiplin yang lain, Seperti ahli gizi, fisioterapi, dan disiplin ilmu lain seperti ahli gizi, fisioterapis, occupational therapies.
Pemikiran tentang dokumentasi keperawatan yang terkomputerisasi dibuat dalam rangka memudahkan dan mempercepat pendokumentasian asuhan keperawatan yang dibuat. Dengan system ini perawat lebih dapat menghemat waktu dan perawat akan lebih sering berada di samping pasien. Dengan dokumentasi yang terkomputerisasi ini pencatatan dapat dilakukan akurat dan lengkap, (Gapko dawn yang diakses dari http://www.hhdev.psu.edu/nurs/).
             Pendokumentasian keperawatan yang tertulis (paper-based documentation) saat ini dilaporkan mutunya sangat rendah dan ini juga berdampak terhadap penerimaan public termasuk profesi kesehatan yang lain terhadap profesionalisasi keperawatan di Indonesia. Menurut Griffiths dan Hutchings (1999 dalamGapko Dawn yang diakses dari http://www.hhdev.psu.edu/nurs/), perawat yang menyatakan alasan terhadap dokumentasi yang  kurang akurat dan kurang lengkap dihubungkan dengan permasalahan seperti kekurangan staf, sensus yang tinggi, lembur kerja, dan juga kurangnya pengetahuan tentang apa yang dituliskan dalam dokumentasi.

Jumat, 06 Januari 2012

Bagaimana Aplikasi Software Asuhan Keperawatan Meningkatkan Kepuasan Kerja Perawat

Komputer
Komputer dapat dinyatakan sebagai sebuah benda yang terdiri atas “Hardware” dan “Sofware”, dimana penggunaannya saat ini tidak terbatas pada penggunaan di kantor atau tempat kerja tapi juga di rumah (Capron & Johnson,2002). Secara umum komputer mempunyai 3 karakteristik dasar, yaitu:
1.         Cepat, mampu menyajikan dan menampilkan data yang diperlukan secara cepat
2.        Dapat diandalkan karena ketika kita membutuhkan suatu data kita hanya tinggal menekan tombol dan seluruh data yang dibutuhkan akan muncul
3.        Kemampuan menyimpan data dalam jumlah besar dimana data bisa dimunculkan secara efisien.
Selanjutnya ketiga karakteristik diatas akan didukung dengan manfaat yang besar dimana dengan komputer produktivitas kerja meningkat, pengambilan keputusan akan cepat dilakukan dan pengurangan biaya kerja bisa ditekan. (Capron & Johnson, 2002)
Aplikasi Software Asuhan Keperawatan
Software adalah sistem yang beroperasi didalam sebuah komputer dimana terdapat hubungan antara software dan hardware melalui apa yang disebut dengan sistem operasi. Sofware banyak digunakan sebagai program yang akan dipakai didalam komputer sebagai software komersial.
Software asuhan keperawatan adalah software yang mengandung sebuah program dengan menggunakan “database management” berisi data-data pengkajian kesehatan seorang pasien yang kemudian data-data tadi akan dikelompokkan dan dianalisa untuk dapat memunculkan diagnosa keperawatan.
Selanjutnya dari diagnosa keperawatan akan muncul perencanaan tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan oleh perawat. Didalam mendokumentasikan tindakan keperawatan, perawat cukup mengacu pada intervensi yang telah tersedia, sehingga ketika pemberian tindakan selesai dilakukan perawat dapat melakukan evaluasi terhadap diagnosa yang ada.
Kepuasan Perawat
Kepuasan seseorang dalam bekerja bisa diukur dengan beberapa hal, diantaranya adalah perasaan senang didalam melakukan pekerjaannya. Whitley & Putzier (1994) menyatakan kepuasan perawat terhadap pekerjaannya dapat dilihat salah satunya adalah dari lingkungan kerja mereka. Lingkungan kerja yang mampu menunjang dan memberikan asuhan keperawatan akan meningkatkan perasaan senang, dihargai dan diakui dan hal tersebut dirasakan oleh perawat. Pengukuran kepuasan kerja ini dapat dilakukan melalui Work Quality Satisfaction (WQI) yang sudah dikembangkan dan teruji validitasnya dimana salahsatunya adalah mengukur kepuasan kerja perawat dari lingkungan kerja yang menyangkut tujuh aspek. Ketujuh aspek tersebut adalah adanya otonomi dalam membuat keputusan, pertanggungjawaban terhadap tindakan, lingkungan yang mendukung untuk meningkatkan intelektualitas, kompetensi yang baik, rasa saling menghormati dalam melakukan tugas dan kemampuan memenuhi kebutuhan klien (Whitley & Putzier, 1994)
Hubungan Aplikasi Software Asuhan Keperawatan dan Kepuasan Perawat
Software asuhan keperawatan akan menggunakan sistem ”Data Base Management” yang diawali dengan format pengkajian kesehatan bagi setiap pasien yang masuk. Perawat akan memasukkan seluruh data dari hasil pengkajian yang dilkaukan kedalam format pengkajian yang ada didalam komputer. Selanjutnya dengan data yang masuk, akan ternalaisa seluruh diagnosa yang muncul beserta perencanaan tindakan keperawatan. Ketika perawat melakukan tindakan keperawatan, maka perawat akan mendokumentasikan tindakan keperawatan didalam komputer sehingga semua tindakan akan tercatat dengan baik (Capron & Johnson, 2002)
Sebuah survey yang dilakukan oleh Vassar,Lin dan Planchock (1999) menggambarkan bahwa perawat yang telah menggunakan sistem pendokumentasian yang terkomputerisasi mendapatkan kepuasan dalam hal peningkatan kualitas pelayanan mereka karena dengan sistem ini mereka lebih mudah melihat perkembangan asuhan keperawatan. Selanjutnya, para perawat dan manajer ruang rawat merasakan bahwa sistem ini akan menghemat waktu perawat, kertas kerja yang terpakai, serta pendokumentasian menjadi lebih lengkap dan akurat ( Bowies, 1997)
Menurut Allan dan Englebright (2000) dengan sistem pendokumentasian dengan komputer, efektifitas pendokumentasian bisa dipertahankan dimana perawat mampu melakukan analisa terhadap asuhan keperawatan yang telah diberikan karena mereka dengan mudah bisa menentukan status diagnosa atau masalah keperawatan pada pasien. Selain itu, dengan menggunakan komputer seluruh asuhan keperawatan bisa tersimpan dengan baik, maka perawat bisa melakukan pengukuran terhadap intervensi keperawatan yang telah mereka berikan.


1.   Apa inovasi IT yang diterapkan dalam bidang tersebut
Melalui suatu penelitian untuk memantau perubahan yang terjadi sehingga dapat dilakukan pembaharuan maka peneliti bekerjasama dengan tenaga teknologi informasi dalam membuat sebuah program komputer asuhan keperawatan dimana dengan sebuah format “database management” asuhan keperawatan mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi dengan pendekatan Fungsional Kesehatan Gordon.
Program ini dirancang agar perawat bisa memasukan data-data dari hasil pengkajian dan masalah keperawatan lengkap dengan intervensi keperawatan akan muncul, sehingga perawat bisa menentukan bentuk implementasi yang dilakukan dan evaluasi keadaan pasien.
Program ini diinstalkan kedalam perangkat komputer yang tersedia didalam ruang rawat, sehingga setiap perawat dapat mengakses program pendokumentasian ini yang juga dilengkapi dengan printer, sehingga dalam mempertahankan aspek legal sebuah pendokumentasian keperawatan, perawat tinggal memprint dan membubuhkan tanda tangan dikolom evaluasi.
Proses Penelitian
1.       Pembuatan program komputer (software) asuhan keperawatan mengadaptasi tipe pendokumentasian asuhan keperawatan yang telah banyak digunakan dengan berdasarkan pada diagnosa keperawatan oleh NANDA. Proses pembuatan memakan waktu kurang lebih dua setengah bulan termasuk tahapan uji coba.
2.       Penginstalan program ke dalam perangkat komputer yang ada diruangan
3.       Pemberian penjelasan singkat pada perawat tentang cara penggunaan program dokumentasi asuhan keperawatan
4.       Penerapan program dokumentasi asuhan keperawatan diruang rawat selama kurang lebih 1 bulan dengan evaluasi penggunaan setiap 1 minggu sekali.
5.       Pengukuran dan evaluasi akhir terhadap tingkat kepuasan perawat melalui pemberian kuisioner dan wawancara.
Hasil dan Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kepuasan perawat terhadap aplikasi software adalah sangat puas (64 %) dan puas (36 %). Ini menunjukkan bahwa seluruh perawat dapat menerima diterapkannya pendokumentasian askep dengan menggunakan computer. Pada penelitian ini walaupun tidak mengukur apakah perawat merasa cemas, namun berdasarkan dari hasil wawancara, para reawat merasakan system aplikasi software ini tidak terlalu sulit dan tidak dirasakan sebagai ancaman. Pada penelitian Marasovic, Kenney & Elliot (1997) yang melihat bagaimana perilaku perawat terhadap penerapan system informasi klinik didapatkan bahwa sebagian perawat yang kurang berpengalaman merasa termotivasi dengan penggunaan system ini, justru perawat yang cukup berpengalaman terlihat lebih resisten didalam menerima perubahan. Di Ruang rawat kelas I Flamboyan ini, rata-rata perawat yang bekerja lebih dan kurang dari lima tahun menduduki posisi yang sama sehingga tidak ditemukan adanya penolakan yang nyata terhadap penerapan computer didalam pendokumentasian. Selain itu dengan seluruh responden yang masih cukup muda, menjadi salah satu factor pendukung untuk diterapkannya sebuah metode baru diruang rawat ini.
Selanjutnya berdasarkan hasil wawancara terhadap kendala-kendala yang timbul maka seluruh perawat merasakan bahwa kendala yang timbul adalah berupa terlalu sederhananya program computer membaca keluhan pasien yang hanya dikategorikan menjadi normal dan abnormal. Kendala ini muncul dikarenakan terdapat kesulitan didalam menerjemahkan keluhan subjektif yang disampaikan oleh pasien kedalam bahasa atau variable yang bisa diterima oleh computer. Terlalu banyaknya variable yang harus diterjemahkan dibuat singkat dengan membatasi keluhan menjadi normal dan tidak normal. Dari segi hal-hal yang harus ditingkatkan seluruh responden menyatakan bahwa kekompleksitasan program perlu ditingkatkan sehingga mampu mencakup seluruh keluhan yang ditemukan pada pasien yang akhirnya akan memberikan kemampuan analisa data yang mendalam dari sebuah pengkajian kepada penegakkan diagnosa keperawatan dan intervensinya. Data wawancara terkait dengan kebermanfaatan program ini dan keberlanjutannya, sebagian reponden (50 %) merasakan bahwa program aplikasi komputerisasi askep ini bermanfaat terutama bagi penghematan waktu buat perawat didalam menulis. Namun 50 % reponden menyatakan program ini kurang bermanfaat jika dibuat terlalu sederhana sehingga analisa data juga kurang memuaskan, dan terkait dengan keberlangsungan program ini akan lebih baik program komputerisasi ini bisa disosialisasikan di tingkat birokrasi sehingga  bisa disahkan dan digunakan oleh perawat sebagai salah satu syarat untuk mengajukan kenaikan pangkat. Bates & Gawande (2003) menyatakan bahwa jika sebuah system informasi kesehatan mampu memberikan informasi secara mendetail tentang keadaan dan perkembangan pasien antara tim kesehatan, system ini akan mampu meningkatkan komunikasi antar tim, menurunkan resiko kesalahan dalam perawatan pasien serta memudahkan dalam mengambil keputusan. Kedepannya diharapkan penggunaan computer didalam ruang rawat akan mampu memberikan gambaran secara lengkap kepada perawat dan juga telah digunakan oleh tim kesehatan lain sehingga manfaatnya akan lebih dirasakan. Di masa yang akan datang aplikasi software ini akan dibuat lebih kompleks dalam menampung, menganalisa dan menyimpan serta memunculkan kembali data namun tetap mudah digunakan, sehingga perawat akan lebih dapat menerima penggunaan computer didalam pendokumentasian asuhan keperawatan.



















BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Penggunaan computer didalam pendokumentasian asuhan keperawatan secara umum dapat diterima oleh seluruh perawat yang bekerja di ruang perawatan. Hal ini terlihat pada hasil pengukuran tingkat kepuasan dimana seluruh perawat merasa puas dengan penerapan software ini. Namun, beberapa kendala berupa belum cukup kompleks atau mendalam data yang bisa dianalisa oleh system ini, menjadi sebuah tantangan bagi penerapan software asuhan keperawatan dimasa yang akan datang. Selanjutnya untuk dapat dijalankan secara berkelanjutan, penggunaan computer sebagai bagian dari asuhan keperawatan harus menjadi bagian dari kebijaksanaan rumah sakit sehingga tidak akan bertentangan dengan kebijakan jika sebuah ruang rawat menggunakan computer didalam mendokumentasikan asuhan keperawatan.




















DAFTAR PUSTAKA

http://mulyadi.student.umm.ac.id